Rabu, 18 Maret 2009

Substrat, Nutrien dan Grazing.

Tipe dan sifat substratum dan dasar perairan merupakan faktor penting dalam pemilihan lokasi. Keadaan substratum ini merupakan refleksi dari keadaan oseanografi perairan karang dan dapat pula digunakan untuk menentukan derajat kemudahan dalam pembangunan konstruksi budidaya. Area yang sangat berkarang umumnya sangat terbuka terhadap ombak (wave exposed), sedangkan tipe substratum yang terdiri dari fine sand atau silt umumnya terlindung dari segala macam gerak air. Kedua macam substratum ini tidak tepat untuk dipilih (Mubarak , 1982). Klasifikasi kurang sedimen dan tipe sedimen disajikan pada Tabel 2.

Barnes dan Hughes (1988), menerangkan bahwa keberadaan nutrien dengan komposisinya dalam air laut walaupun sangat sedikit, tetapi sangat penting bagi proses ekologi. Pergerakan air sangat mempengaruhi kebanyakan proses ekologi dan distribusi, terutama sirkulasi nutrien dan oksigen.

Tabel 2. Klasifikasi sedimen menurut skala Wentworth

UKURAN SEDIMEN (mm) TIPE SEDIMEN

> 2 Kerikil + Batuan

2 Pasir sangat kasar

1 Pasir kasar

0,5 Pasir agak kasar

0,250 Pasir halus

0,125 Pasir sangat halus

< 0,026 Lumpur + Liat




Sumber : Buchanan (1984)

Fotosintesis tumbuhan laut, selain menghasilkan oksigen, juga untuk pembentukan protein, enzim, cadangan energi, energi pengangkutan, dan molekul lainnya. Konsentrasi N dan P dalam perairan sangat sedikit padahal sangat dibutuhkan. Kandungan nitrat rata-rata di perairan laut sebesar 0,5 ppm dan kandungan fosfat lebih rendah dari itu, Kedua senyawa tersebut bisa melebihi batas pada wilayah permukaan air.

Moewarni (1987) menjelaskan bahwa nitrat adalah senyawa nitrogen yang stabil dan merupakan salah satu senyawa yang penting untuk sintesis protein tumbuhan dan hewan. Senyawa ini dapat berasal dari limbah domestik sisa tanaman,senyawa organik ataupun limbah industri. Tersedianya nitrogen dalam bentuk nitrat dapat berasal dari limbah pertanian, hasil perubahan amoniak, tinja manusia dan hewan atau dapat juga berasal dari proses alami seperti petir (Moos, 1986).

Fosfat merupakan salah satu unsur hara yang penting bagi metabolisme sel tanaman. Kehadiran fosfat diperairan juga tidak menimbulkan efek langsung yang yang merugikan terhadap organisme perairan. Kandungan orthofosfat mempengaruhi tingkat kesuburan perairan. Pada perairan alami, kandungan fosfat terlarut tidak lebih dari 0,1 ppm, kecuali pada perairan penerima limbah rumah tangga dan industri, serta limpahan air dari daerah pertanian yang umumnya mengalami pemupukan fosfat. Dinitrifikasi senyawa nitrogen menyebabkan N tidak terakumulasi pada sedimen (Wetzel, 1983) Hubungan antara kandungan orthofosfat dengan kesuburan perairan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hubungan antara kandungan orthofosfat dengan kesuburan perairan.

KAND. ORTOFOSFAT (mg/l) KESUBURAN

0,101 - 0,200 Sangat baik

0,050 - 0,100 Baik

0,021 - 0,049 Cukup

< style=""> Jelek

Sumber: Wardoyo (1975)

Menurut Pringle dan Hamazaki (1997) ketidak hadiran dari ikan omnivorous dapat mempertinggi struktur komunitas alga bentik. Hal yang sama didapatkan oleh Harold dan Reed (1985) bahwa rekruitmen, ketahanan hidup dan pertumbuhan dari alga dipengaruhi oleh faktor hidrografik dan grazing oleh bulu babi di pulau Nicolas, California.

A.3. Budidaya dan Manfaat Rumput Laut.

Budidaya laut (mariculture) bertujuan untuk meningkatkan biomassa lapangan per area substrat dibawah kondisi terkontrol atau semi kontrol. Lebih jauh, usaha budidaya laut mempunyai dua jalur, yaitu; budidaya makroalga untuk komersial secara langsung dan budidaya planktonik alga yang digunakan sebagai makanan herbivora (udang dan kerang-kerangan) (Chapman and Chapman , 1980). Budidaya dapat melestarikan dan meningkatkan produksi rumput laut (Papalia, 1990)

Committee for Marine Aquaculture USA (1992) dalam laporannya menjelaskan bahwa budidaya rumput laut telah dikembangkan secara komersial di Cina, Jepang, Taiwan, Korea, Filipina, dan Indonesia. Rumput laut ini digunakan sebagai bahan makanan, ekstraksi agar- polisakarida, asam algenik dan karaginan.

Usaha budidaya rumput laut di perairan pantai Bali telah berkembang sejak tahun1984, namun sebetulnya telah diperkembangkan sejak 1979. Daerah –daerah utama penghasil rumput laut di Bali antra lain; Nusa Lembong, Nusa Cemingas, Nusa Penida, dan Nusa Dua (Noor, 1990).

Jenis alga merah banyak digunakan sebagai obat tradisional di Cina. Analisa kimia menunjukan bahwa alga tersebut mengandung senyawa terpenoid, asetogenik maupun senyawa aromatik. Umumnya senyawa yang ditemukan pada alaga merah bersifat anti mikroba, anti inflamasi, anti virus dan bersifat sitoksis (Simanjuntak, 1995). Reseck (1988) menambahkan bahwa produk rumput laut berupa: alginat, agar dan karaginan.

Sunarto (1995), menjelaskan bahwa terdapat 3 (tiga) macam metode budidaya rumput laut yang saat ini dikembangkan, yaitu :

  1. Metode Tanam Dasar. Metode ini sesuai dan mudah pada kedalaman 0,5 – 1,0 meter, sesuai dan agak sulit pada kedalaman 1,0 – 2,5 meter. Bentuk lahan yang cocok adalah rataan karang atau pasir.
  2. Metode Lepas Dasar. Metode ini sesuai dan mudah pada kedalaman 1,0 – 2,5 meter, sesuai tetapi sulit pada kedalaman 2,5 – 5,0 meter, dan hanya untuk penyimpanan bibit pada kedalaman > 5,0 meter. Substrat yang baik adalah rataan karang atau pasir dan pasir dengan hancuran karang.
  3. Tanam Apung. Metode ini sesuai dan mudah pada kedalaman 1,0 – 2,5 meter. Substrat yang baik adalah rataan pasir dengan karang.

B. Landasan Teori

Budidaya rumput laut merupakan salah satu pilihan untuk memanfaatkan potensi sumberdaya laut, penganekaragaman pangan, dan dapat pula memberikan peluang berusaha, serta mengurangi pengangguran. Budidaya rumput laut ini telah lama dikembangkan di dunia, termasuk Indonesia.

Rumput laut mempunyai nilai ekonomis cukup tingggi, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun sebagai komoditas eksport. Rumput laut dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan seperti: bahan makanan, obat-obatan, bahan kosmetika, dan lain-lain.

Pengembangan budidaya rumput laut tidak terlepas dari beberapa faktor pendukung, , seperti: faktor sosial-ekonomi, faktor teknis dan faktor hidro-oseanografis. Faktor sosio-ekonomi berkaitan dengan kondisi masyarakat yang akan melaksanankan usaha budidaya tersebut. Faktor teknis menyangkut pengadaan material dan bisa tidak konsruksi budidaya dibangun pada daerah tersebut. Faktor hidro-oseanografis yang dipertimbangkan dalam penelitian ini menyangkut kajian gelombang, arus, salinitas, pH, suhu, oksigen terlarut, nutrien, pasang surut, kedalaman perairan, kecerahan dan sedimen dasar perairan.

Masing-masing parameter hidro-oseanografis memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut yang akan dibudidayakan. Karena itulah kajian tentang kondisi hidro-oseanografis di daerah Teluk Beram dilakukan untuk mengembangkan usaha budidaya rumput laut tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar